Artikel

Era Baru Ekonomi Indonesia

Written by Ichwanul Muslim

KH. MA’RUF AMIN (2)
ERA BARU EKONOMI INDONESIA

Dua tahun terakhir KH. Ma’ruf Amin lebih banyak bicara tentang ekonomi di banding sebelumnya. Bahkan di beberapa event ia terlibat langsung program rintisan pemberdayaan ekonomi umat di beberapa daerah di Indonesia. Sepertinya, ada obsesi yang ia ingin perjuangkan terkait dengan ekonomi.

Semakin gamblang ketika MUI, yang ia merupakan ketua umumnya, menghelat Kongres Ekonomi Umat bulan April 2017. Acara itu ia jadikan panggung penyampaian gagasan besarnya tentang ekonomi. Ia risau dengan data ketimpangan ekonomi. Buah dari paradigma kebijakan ekonomi yang kurang pas.

Bermula dari kebijakan ekonomi orde baru yang menekankan pertumbuhan ekonomi. Digenjot dengan beri fasilitas khusus kepada beberapa investor. Maka lahir beberapa klan konglomerasi. Terkait pemerataan ekonomi, dijawab dengan mantra andalan: trickle down effect (tetesan ke bawah).

Pertumbuhan ekonomi fantastis yang dinikmati para konglomerat dan konconya itu, akan menetes ke masyarakat bawah. Begitu mimpi yang dibangun saat itu. Tapi rupanya mantra tersebut tidak mujarab. Mimpi tetaplah mimpi, tidak akan terwujud begitu saja di dunia nyata. Dengan nada guyon KH. Ma’ruf Amin menyebut: “ ternyata sampe sekarang nggak netes-netes”.

Paradigma ekonomi seperti itu bisa jadi relevan saat itu. Sebagai antitesa kondisi ekonomi sebelumnya yang lumayan amburadul. Disebabkan lebih fokus pada upaya penguatan integrasi nasional. Tapi membiarkannya sekian lama tanpa evaluasi dan koreksi mendasar, merupakan kealpaan kolektif yang harus dibayar mahal: yaitu terjadinya ketimpangan ekonomi yang kian dalam.

Bagi KH. Ma’ruf Amin, ketimpangan seperti itu menyalahi konstitusi dan kitab suci. Sila kelima Pancasila berbunyi: keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sedang kitab suci al-Quran menyatakan: (كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاءِ مِنْكُمْ) “ agar harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu”. Maka harus ada paradigma kebijakan ekonomi yang mengoreksinya.

Saat Kongres Ekonomi Umat ia menawarkan Era Baru Ekonomi Indonesia. Sebuah paradigma kebijakan ekonomi yang lebih berpihak pada kelompok usaha kecil-menengah. Yang unik, ia tidak ingin membenturkan kelompok kecil-menengah dengan kelompok atas. Tapi dikolaborasikan. Paradigma ini tidak bertujuan mematikan atau melemahkan kelompok usaha atas. Justru diarahkan adanya konektifitas antara kelompok usaha kecil-menengah dengan kelompok usaha atas, melalui pola kemitraan.

Di beberapa kesempatan ia melontarkan tahapan untuk merealisasikan gagasan tersebut. Menurutnya, kebijakan ekonomi harus diarahkan untuk menghilangkan (atau setidaknya mendekatkan) kesenjangan/disparitas. Antara kelompok yang kuat dan yang lemah. Antar daerah di Indonesia, baik dari sisi pembangunan, harga, SDM, dsb. Antara produk-produk lokal dan global.

Ia juga menyebut perlu adanya kebijakan khusus kepada pelaku usaha yang melakukan kemitraan tersebut. Secara spesifik, ia menyebut pentingnya pemberian akses permodalan kepada kelompok usaha kecil yang selama ini terkendala aspek permodalan.

Ia juga menekankan pentingnya pengaturan tata niaga, terutama produk pokok. Diarahkan agar terwujud kemandirian dan keswasembadaan produk dalam negeri. Ketergantungan pada impor agar ditekan dan secara berangsur dihilangkan.

Redistribusi asset juga sering ia gaungkan. Aturan terkait penguasaan asset/tanah sebagai lahan produksi utama produk pangan harus dikaji ulang. Ia juga menyinggung pentingnya peningkatan PSO (publik service obligation) melalui BUMN. Untuk meningkatkan nilai tambah produk lokal sehingga mampu bersaing dengan produk global.

Yang menarik, selama dua tahun terakhir KH. Ma’ruf Amin runtang-runtung, jalan bareng, dengan pak Jokowi. Sepertinya ada kecocokan antara gagasan besar KH. Ma’ruf Amin dengan visi ekonomi pak Jokowi. Ternyata mereka berdua sedang eksperimen menjalankan beberapa program rintisan dari gagasan besar itu.

Misalnya memitrakan para pelaku usaha besar dengan petani jagung, ketela, kacang, dsb. Dalam hal mencari jalan keluar bagi pelaku usaha kecil yang butuh modal tapi tidak bankable, melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dilahirkan bank wakaf mikro.

Maka saya menjadi tidak sabar menunggu. Apakah dua orang ini, pak Jokowi dan KH. Ma’ruf Amin, jika ditakdirkan oleh Allah ta’ala terpilih menjadi Presiden dan Wakil Presiden, gagasan besar tersebut dapat dijalankan?

Mari kita tunggu dan doakan.

Ditulis oleh: SAA
21-01-2019

About the author

Ichwanul Muslim

Santri, Guru MAFIKIBI (Matematika Fisika Kimia Biologi) SMP SMA IPA, dan Pengembang Prangkat Lunak berbasis Web dan Mobile

Leave a Comment